Pakar IPB University Ungkap Strategi Australia Ubah Ancaman Overpopulasi Unta Liar jadi Potensi Ekonomi

Pakar IPB University Ungkap Strategi Australia Ubah Ancaman Overpopulasi Unta Liar jadi Potensi Ekonomi

Pakar IPB University Ungkap Strategi Australia Ubah Ancaman Overpopulasi Unta Liar jadi Potensi Ekonomi
Berita

Jika bicara tentang unta, pikiran kita akan otomatis membayangkan wilayah Timur Tengah dan Afrika, yang secara tradisional dikenal sebagai tempat terbanyak populasi untanya.  Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa wilayah yang memiliki populasi unta terbanyak di dunia adalah Australia. Saat ini, jumlah unta liar di Australia mencapai lebih dari 1 juta ekor.

Prof Ronny Rachman Noor, Pakar Genetika Ekologi IPB University, mengatakan bahwa perpaduan antara kondisi lingkungan dan tingkah laku unta yang sangat unik, menyebabkan unta berkembang pesat dan populasinya meledak di Australia. Kondisi ini menjadi permasalahan tersendiri terutama yang terkait dengan degradasi lingkungan dan invasinya ke wilayah peternakan.

“Menurut catatan, unta bukanlah hewan asli Australia. Unta dimasukkan ke Australia di era tahun 1800-an. Saat itu, unta memang sangat diperlukan untuk tujuan eksplorasi wilayah yang masih belum terjamah oleh manusia. Sebab, unta memang ideal digunakan sebagai ternak angkut karena dapat bertahan pada wilayah yang kering dan panas, yang merupakan ciri khas iklim Australia,” ujar Prof Ronny.

Di era tersebut, unta yang didatangkan dari Afghanistan memang memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan dan pembangunan Australia. Namun, seiring berjalannya waktu, peran unta mulai menurun secara drastis di abad 20-an ketika kendaraan bermotor sudah berkembang dengan baik dan umum digunakan termasuk di wilayah terpencil.

Prof Ronny menuturkan, ketika masa keemasan unta sudah lewat, pemilik unta menyembelih untanya dan sebagian melepasliarkannya karena tidak banyak diperlukan lagi. Sebagian dari unta liar ini ada yang dipelihara secara ekstensif oleh penduduk asli Australia Aborigin untuk keperluan pemenuhan kebutuhan daging dan tenaga.

“Unta yang dilepasliarkan dalam waktu singkat, berkembang dengan cepat dan tidak terkendali sehingga menjadi permasalahan tersendiri bagi Australia, terutama menyangkut degradasi lingkungan dan mengurangi persediaan pakan dan air untuk peternakan,” jelasnya.

Dalam waktu singkat, populasi unta liar ini berkembang sangat pesat. Sebarannya mencapai luasan wilayah lebih dari 3,3 juta km persegi atau menempati sekitar 40 persen wilayah Australia serta mengancam sekitar 80 persen padang penggembalaan.

Untuk mengatasi masalah populasi unta liar yang tidak terkendali ini, pemerintah Australia mengambil langkah drastis seperti memusnahkan unta liar dengan cara menembak mati. Langkah ini ditempuh untuk mengurangi populasi unta liar sampai pada level 300 ribu ekor.

“Upaya untuk mengendalikan populasi unta liar di Australia tidaklah murah. Diperkirakan dampak langsung kerugian ekonomi akibat keberadaan unta liar ini mencapai $10 juta per tahun. Di samping itu, setiap tahunnya pemerintah mengeluarkan dana sekitar $15 juta untuk mengendalikan populasi unta liar ini,” ujar Prof Ronny.

Menurutnya, upaya masyarakat dan pemerintah Australia untuk menangkap unta liar, baik untuk diekspor maupun dikonsumsi dagingnya, ternyata belum cukup signifikan untuk mengurangi pertumbuhan populasi unta liar yang sangat cepat.

Dari Ancaman menjadi Kesempatan

Saat ini, era keemasan unta untuk dimanfaatkan tenaganya memang sudah meredup. Namun di sisi lain, manfaat keberadaan unta dapat dihidupkan kembali jika diternakan.

Dampak perubahan iklim yang menyebabkan Australia semakin kering membuat peternakan tradisional seperti peternakan sapi dan domba mengalami hantaman hebat. Akibatnya, banyak peternakan di Australia mengalami kesulitan terutama di musim kering.

“Dalam situasi seperti inilah, unta dapat menjadi salah satu solusi sebagai alternatif sumber pendapatan peternak. Beternak unta memang menguntungkan karena unta merupakan salah satu ternak yang bebas dari penyakit,” sebut Prof Ronny. 

“Daging unta, walaupun baru populer di kalangan migran, kini sudah mulai diekspor sebagai komoditas daging premium yang menggiurkan ataupun ekspor unta hidup,” lanjutnya lagi.

Dengan modal populasi unta liar yang sangat besar diiringi pemeliharaan yang ekstensif, pemerintah Australia mencoba untuk masuk ke pasaran daging unta internasional dengan menjual daging unta bebas penyakit.

“Di Australia, kebutuhan dan permintaan akan daging unta dan juga produk lainnya seperti susu, mulai menggeliat. Masyarakat Australia mulai mengenal daging dan susu unta ini sebagai produk asal ternak yang sehat,” ujar Prof Ronny.

Perkembangan pasar domestik ini memang menggembirakan karena produk unta ini dapat digunakan untuk berbagai kepentingan seperti produk daging, susu, keju, dan produk kecantikan perawatan kulit. Di Australia, susu unta juga semakin populer karena kandungan laktosa yang cukup rendah.

Ke depan, Prof Ronny memprediksi daging dan susu unta di Australia akan semakin populer di kalangan masyarakat, apalagi jika sudah tersedia di supermarket secara meluas sebagaimana halnya dengan daging sapi, domba, ayam, dan kangguru.

“Sebagai gambaran, harga daging unta di Australia berkisar pada angka $13 per kg atau sekitar Rp130 ribu sedangkan harga susu unta per liter mencapai $25 atau sekitar Rp250 ribu,” jelas Prof Ronny.

“Program pemerintah untuk mempertahankan populasi unta liar pada kisaran 700 ribu ekor membuka peluang untuk mengekspor unta hidup ke Qatar, Maroko, Arab Saudi, serta negara-negara Timur Tengah, Afrika dan Amerika Selatan yang memiliki permintaan tinggi,” lanjut dia.

“Kini pemerintah Australia berusaha keras untuk memaksimalkan potensi unta liar yang dimilikinya sekaligus menjaga lingkungannya dari kerusakan akibat keberadaan unta liar tersebut. Jika usaha ini berhasil dengan baik, Australia akan tercatat sebagai negara pemasok unta dan produk olahannya terbesar di dunia,” tutup Prof Ronny. (*/Rz)