Dosen Muda IPB University: 35 Persen Produksi Pangan Global Bergantung pada Lebah

Dosen Muda IPB University: 35 Persen Produksi Pangan Global Bergantung pada Lebah

Dosen Muda IPB University 35 Persen Produksi Pangan Global Bergantung pada Lebah
Riset

Hari Lebah Sedunia diperingati setiap tanggal 20 Mei. Nadzirum Mubin, SP, MSi dosen muda IPB University dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB University memaparkan peran penting lebah dalam ekosistem pertanian. 

Lebah merupakan salah satu agen biologis terpenting dalam ekosistem pertanian, karena perannya sebagai penyerbuk utama bagi berbagai tanaman budi daya.

Kelompok ini termasuk dalam famili Apidae dan ordo Hymenoptera, yang mencakup beragam jenis seperti lebah madu (Apis spp.), lebah tak bersengat (Tetragonula, Heterotrigona), hingga lebah soliter seperti Megachile dan Xylocopa

“Keberadaan lebah tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka adalah aktor kunci dalam sistem pertanian berkelanjutan. Hilangnya populasi lebah akan berdampak langsung terhadap produksi pangan dunia, bahkan bisa memicu krisis ekologis yang luas,” sebutnya.

Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa melindungi lebah berarti melindungi masa depan pertanian dan ketahanan pangan umat manusia.

“Keberadaan mereka sangat vital karena lebih dari 35 persen produksi pangan global bergantung pada jasa penyerbukan serangga, dengan lebah sebagai kontributor utamanya. 

Tanaman seperti mangga, apel, kelengkeng, stroberi, mentimun, hingga cabai dan tomat menunjukkan peningkatan kualitas dan kuantitas hasil panen apabila penyerbuk alami seperti lebah hadir secara optimal. 

“Proses penyerbukan oleh lebah tidak hanya meningkatkan fruit set dan seed set, tetapi juga memperbaiki kualitas fisik buah, seperti bobot, warna, panjang, dan daya simpan,” sebut Nadzir, sapaan dosen muda IPB University.

Nadzir menyatakan bahwa lebah tidak hanya berperan dalam peningkatan produktivitas tanaman pangan, tetapi juga dalam menjaga keanekaragaman hayati. 

“Dengan membantu penyerbukan tanaman liar, lebah turut mempertahankan kelangsungan hidup berbagai spesies tumbuhan yang menjadi sumber pakan bagi hewan lain, sehingga memperkuat jaring-jaring kehidupan di suatu ekosistem,” jelasnya. 

Dalam aspek ekonomi, lebah juga menjadi sumber penghasilan melalui produksi madu dan produk turunannya, serta menjadi alternatif jasa penyerbukan yang lebih efisien dan murah dibandingkan penyerbukan manual.

Nadzir menyebut populasi lebah saat ini menghadapi berbagai ancaman serius. Faktor utama yang menyebabkan penurunan populasi lebah di antaranya adalah penggunaan pestisida kimia berbahaya, perubahan iklim, serta gangguan biologis dari predator, parasitoid, dan patogen. 

“Kami telah melakukan beberapa penelitian tentang pengaruh insektisida terhadap lebah. Bahan aktif seperti spinetoram, abamectin, imidacloprid, profenofos dan sebagainya serta kombinasi dengan adjuvan pestisida (PST dan EML), memiliki tingkat toksisitas tinggi terhadap lebah tak bersengat seperti Tetragonula laeviceps,” ungkap dia. 

Paparan bisa terjadi secara langsung (kontak tubuh) maupun tidak langsung melalui nektar, polen, atau air. Hal ini diperparah oleh praktik pertanian intensif yang mengabaikan prinsip ekologi.

Sebagai solusi, ia menyarankan penerapan strategi konservasi lebah secara holistik. Salah satunya dengan menanam tanaman pakan lebah. Langkah ini tidak hanya menyediakan nektar dan serbuk sari, tetapi juga berfungsi sebagai refugia bagi musuh alami hama seperti predator dan parasitoid.

Selain itu, edukasi kepada petani dan masyarakat luas mengenai pentingnya lebah bagi ketahanan pangan perlu digalakkan. Pengurangan penggunaan pestisida sintetis dan transisi menuju sistem pertanian ramah lingkungan menjadi langkah strategis dalam menjaga keberlanjutan populasi lebah. (*/Rz)