Orang Pendek Lebih Panjang Umur? Ahli Neurosains Molekuler IPB University Beri Penjelasan Ilmiah

Benarkah orang bertubuh pendek cenderung memiliki umur yang lebih panjang? Pertanyaan ini menjadi bahasan menarik dalam salah satu konten IPB Podcast di kanal YouTube IPB TV.
Dr Berry Juliandi, dosen dari Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) sekaligus Pakar Neurosains Molekuler IPB University, yang mengupasnya dari sudut pandang ilmiah.
Menurut Dr Berry, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya salah, tetapi tidak juga dapat disimpulkan secara sederhana. “Secara molekuler, memang ada gen pleiotropik yang berperan dalam pertumbuhan di awal kehidupan, tetapi jika terus aktif di usia tua dapat mempercepat penuaan atau bahkan memicu kanker,” jelasnya.
Ia menambahkan, salah satu pendekatan yang terbukti memperlambat proses penuaan adalah restriksi kalori, yaitu pengurangan asupan kalori tanpa menyebabkan kekurangan gizi. Hal ini telah dibuktikan melalui berbagai studi pada organisme model, yang menunjukkan bahwa gen seperti sirtuin dapat berperan dalam memperpanjang umur.
Dr Berry juga menyoroti bahwa perbandingan tinggi badan dengan harapan hidup tidak bisa dilakukan secara langsung.
“Kita perlu memahami konsep ukuran relatif. Misalnya, bayi secara absolut mungkin tampak lebih besar jika dihitung berdasarkan proporsi kepala terhadap tubuh. Jadi, ukuran tinggi saja tidak bisa menjadi satu-satunya indikator umur panjang,” tuturnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa gaya hidup dan kondisi sosial juga memainkan peran penting dalam menentukan usia harapan hidup seseorang. Ia menyebutkan tentang blue zone, yaitu wilayah-wilayah di dunia dengan populasi berumur panjang, seperti Okinawa (Jepang) dan Sardinia (Italia).
“Penduduk di wilayah tersebut memiliki pola makan yang seimbang, aktif bergerak, dan menjalin hubungan sosial yang kuat,” ungkapnya.
Penelitian yang dikutip Dr Berry dari Stanford University, menunjukkan bahwa dukungan sosial lebih berpengaruh pada kebahagiaan di usia tua dibanding kekayaan atau jabatan.
“Jadi, umur panjang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor genetik (nature), tetapi juga lingkungan (nurture),” jelasnya.
Ia mencontohkan bagaimana epigenetik, yakni ekspresi gen yang dipengaruhi oleh lingkungan seperti makanan dan stres, turut membentuk daya tahan tubuh terhadap berbagai tekanan eksternal. Salah satunya melalui konsumsi polifenol dari tumbuhan yang mengalami stres alamiah.
Di akhir perbincangan, Dr Berry menegaskan pentingnya menjaga tiga pilar utama yang ditemukan pada masyarakat di blue zone, yaitu membatasi asupan kalori, aktif fisik teratur, dan hidup dalam lingkungan sosial yang suportif.
“Stres yang sementara seperti puasa atau aktivitas fisik justru bisa memicu umur panjang, selama tidak berlangsung terus-menerus,” tutupnya.
Dengan demikian, Dr Berry kembali menegaskan, klaim bahwa orang bertubuh pendek berumur panjang tidak dapat digeneralisasi, karena umur panjang lebih dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara faktor biologis, gaya hidup, dan dukungan sosial.