IPB University Inisiasi Komunitas Stasiun Cuaca Otomatis untuk Pertanian yang Lebih Tangguh Hadapi Perubahan Iklim

Ketidakpastian cuaca akibat perubahan iklim menjadi tantangan serius yang dihadapi oleh sektor pertanian Indonesia, terutama di wilayah pedesaan dan wilayah terpencil yang belum terjangkau jaringan stasiun cuaca resmi.
Padahal, ketersediaan data cuaca yang akurat dan bersifat lokal sangat dibutuhkan petani untuk mengambil keputusan penting dalam aktivitas pertanian, seperti menentukan jadwal tanam, pemupukan, pengendalian hama, hingga panen.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, tim peneliti IPB University menggagas sebuah program inovatif bernama Komunitas Stasiun Cuaca Otomatis (Automatic Weather Station Community-AWS Komunitas). Inisiatif ini menghadirkan teknologi cuaca berbasis komunitas guna mendukung pertanian adaptif dan berkelanjutan.
Tim terdiri dari Dr Idung Risdiyanto dan Dr Akhmad Faqih dari Departemen Geofisika dan Meteorologi (GFM), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), dan Prof Suryo Wiyono dari Fakultas Pertanian (Faperta).
Pengembangan dan implementasi inovasi ini berkolaborasi dengan banyak stakeholder seperti kelompok-kelompok tani, Tani Nelayan Centre IPB, Yayasan Sinau Bumi, Yayasan Kedaulatan Rakyat untuk Ketahanan Pangan (KRKP), Gerakan Petani Nusantara (GPN), serta penyuluh pertanian dan lembaga mitra di berbagai daerah.
Melalui pendekatan partisipatif dan semangat gotong royong, sebanyak 82 unit AWS telah terpasang di 11 provinsi, mulai dari Aceh, Riau, Jambi, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali sampai Sulawesi Barat. Unit-unit AWS tersebut ditempatkan di lahan-lahan kelompok petani, kantor Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), serta lembaga pendidikan seperti universitas dan pesantren.
“Setiap AWS mencatat parameter cuaca utama seperti suhu udara, curah hujan, kelembapan relatif, radiasi matahari, titik embun, tekanan udara dan kecepatan angin secara otomatis setiap lima menit,” jelas ketua tim peneliti, Dr Idung Risdiyanto dalam acara Launching Inovasi IPB 2025 di Kampus Dramaga, Rabu (14/5).
Ia menambahkan, data yang terkumpul disimpan di server berbasis cloud dan dapat diakses secara daring melalui platform pemantauan khusus portal www.sinoptik.ipb.ac.id dan map.sinaubumi.org.
Platform ini kini terus dikembangkan untuk memperluas kapasitas penyimpanan dan memperkuat fungsionalitas layanan bagi sektor pertanian dan lingkungan. Pemanfaatan teknologi Internet of Things (IoT) dalam sistem ini memungkinkan transmisi data secara real-time dari berbagai titik di seluruh Indonesia tanpa perlu intervensi manual.
Lebih jauh, data yang dikumpulkan dari AWS komunitas tidak hanya digunakan untuk pemantauan, tetapi juga untuk membangun model-model prediksi cuaca spesifik lokasi menggunakan pendekatan machine learning dan IoT.
“Dengan analisis data historis dan pola cuaca, sistem ini dapat menghasilkan prakiraan cuaca jangka pendek yang berguna bagi petani dalam perencanaan jadwal tanam, panen, pemupukan, pengendalian hama, dan pengelolaan hasil panen secara lebih presisi dan adaptif,” paparnya.
Saat ini, Dr Idung mengatakan, tim peneliti juga tengah melakukan pengembangan peramalan hama penyakit padi seperti wereng coklat dan blas.
Ia menyebut, pemanfaatan AWS komunitas telah memberikan dampak nyata dalam berbagai kegiatan. Beberapa di antaranya adalah dukungan data untuk penelitian prakiraan hama padi di Subang, penyediaan data cuaca untuk dosen dan mahasiswa IPB, pelatihan petani dalam membaca data meteorologis, serta pendampingan dalam perencanaan aktivitas pertanian presisi.
Salah satu bentuk konkret pemanfaatan AWS terjadi dalam penanggulangan epidemi penyakit bawang merah di Demak tahun 2025 yang dilakukan bersama Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, Kementerian Pertanian.
Selain itu, sebut Dr Idung, data yang dihasilkan oleh AWS juga telah digunakan dalam pemberian peringatan dini terhadap potensi serangan wereng batang coklat bagi petani padi di Pulau Jawa pada awal tahun 2025. Para petani ini tergabung dalam jaringan komunitas AWS, sehingga mereka dapat mengambil tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat.
Komunikasi dan pendampingan teknis dilakukan secara aktif melalui grup WhatsApp petani dan mitra pengguna AWS, yang berfungsi sebagai forum berbagi informasi dan konsultasi lapangan secara real-time.
“Stasiun cuaca komunitas ini bukan sekadar teknologi alat ukur, melainkan bagian dari ekosistem pemberdayaan masyarakat tani agar mereka mampu membuat keputusan berbasis data dan lebih tangguh dalam menghadapi perubahan iklim,” ungkap Dr Idung.
Menurutnya, dengan edukasi dan pelatihan yang tepat, petani dapat membaca sendiri informasi cuaca dan menyesuaikan praktik tanam secara lebih efektif. Inisiatif ini juga berperan penting dalam mendukung kegiatan Sekolah Lapang Petani (SLP), sebuah forum edukatif di mana data cuaca digunakan sebagai bahan ajar praktis.
Di sisi lain, pengembangan infrastruktur dan pemanfaatan teknologi mutakhir seperti IoT dan machine learning turut memperkuat keberlanjutan program ini. Sensor pintar dan sistem pemantauan berbasis web memungkinkan pengiriman data secara instan ke pengguna di lapangan dan mendukung sistem prediksi berbasis algoritma yang terus diperbarui.
Meskipun demikian, Dr Idung mengaku tantangan tetap ada, terutama dalam hal pendanaan operasional, pelatihan teknis, pengakuan formal terhadap data komunitas dan keberlanjutan ekosistem AWS komunitas.
Oleh karena itu, dukungan dari lembaga seperti Kementerian Pertanian dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sangat diperlukan untuk mengintegrasikan data stasiun cuaca komunitas ke dalam sistem informasi cuaca nasional dan meningkatkan akurasi prediksi secara nasional.
“Dengan kolaborasi yang erat antara perguruan tinggi, petani, masyarakat sipil, dan lembaga pemerintah, inisiatif ini diharapkan dapat menjadi model pengembangan sistem informasi iklim yang partisipatif dan inklusif di Indonesia,” ia menegaskan.
Melalui pemanfaatan data cuaca yang relevan dan mudah diakses, komunitas petani dapat meningkatkan ketahanan pangan dan produktivitas secara berkelanjutan. (*/Rz)