Perjuangan Presiden IAAS Indonesia dalam Membagi Waktu

Mendedikasikan hidupnya sebagai seorang aktivis, Ayida Martas Sulfa, mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Faperta-IPB) ini tak kenal lelah dan konsisten memperjuangkan pertanian Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan kemampuannya dalam berorganisasi sehingga ia terpilih sebagai National Director International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS) Indonesia.
IAAS merupakan organisasi internasional yang berlandaskan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian. IAAS World telah berdiri 50 tahun lalu dan berada di 50 negara. Saat ini IAAS menjadi the biggest agricultural student organization in the world.
"Di Indonesia, IAAS sudah berdiri sejak 25 tahun yang lalu. Dr. Arif Satria (Dekan FEMA IPB) yang kala itu masih sebagai mahasiswa,bersama rekan lainnya mempelopori berdirinya IAAS Indonesia," ungkap Pemenang The Most Outstanding Oral Presentation Award pada ajang 2016 Asia Pasific Agriculture Undergraduate Project Competition di National Pingtung University of Science and Technology, Taiwan ini.
National Director atau biasa dikenal sebagai Presiden IAAS Indonesia bertugas dalam memimpin atau mengorganisir dan bertanggungjawab atas semua kegiatan dan aktivitas komite lokal di Indonesia. "National Director IAAS bertanggungjawab atas semua komunikasi dan hubungan dengan IAAS World dan IAAS di negara lain. Selain itu, saya juga melakukan diplomasi dengan organisasi dan institusi lain di dalam maupun luar negeri," jelas Ayida.
Ayida menceritakan pengalaman aktivitasnya di IAAS pada setiap periode. Mulai dari menjadi anggota hingga kini menjadi Presiden IAAS Indonesia. Pada tahun 2016 menjadi tahun tersibuk, karena ia bertugas menjadi Local Committee Director dari IAAS IPB. Bersamaan itu juga diselenggarakan IAAS World Congress yang digelar di Indonesia, disamping ia sedang mengikuti lomba di Taiwan.
"Saya harus membagi waktu antara penelitian, mencoba berprestasi di bidang ilmiah dan akademik. But l'm really grateful because lingkungan di IAAS sangat suportif sekali. Jadi dari mulai tahun pertama saya sudah harus belajar untuk bisa membagi waktu. Tentu saja saya harus mengurangi waktu bermain dan berbagai banyak hal yang harus dikorbankan. Tapi saya pikir itu hal yang baik karena saya hidup sesuai passion saya. Bagi saya, kuncinya gunakan waktu sebijaksana mungkin dan ketahui prioritas untuk terlebih dahulu diutamakan,” ujarnya. (SM/ris)