BPN Ijinkan IPB University Manfaatkan Lahan Seluas 32 Hektar di Jasinga

Tahun ini IPB University mendapatkan ijin untuk memanfaatkan lahan seluas 30 hektar di Jasinga. Ijin pemanfaatan lahan diberikan langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dr Sofyan Djalil saat menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan IPB University di Kampus Dramaga, Bogor (15/8). Kerjasama antara Kementerian ATR/BPN dan IPB University ini terkait pemanfaatan tanah untuk penelitian, pendidikan dan pengembangan inovasi.
“Pada hari ini, saya ingin menyampaikan tujuan kami memberikan tanah seluas 30 hektare di wilayah Jasinga untuk dijadikan Laboratorium Kehutanan IPB. Proses MoU ini adalah awal dari proses pengalihan kepemilikan tanah tersebut dari Kementerian ATR/BPN ke IPB University. Pada MoU pertama ini, kami memberikan kesempatan IPB University untuk memanfaatkan lahan tersebut dan MoU kedua nanti akan memberikan kepemilikan tanah tersebut ke IPB University dalam bentuk hibah,” ujar Dr Sofyan.
Sementara itu, Rektor IPB University Dr Arif Satria mengatakan terjalinnya kerjasama ini merupakan berkah bagi IPB University. Tanah 30 hektar tersebut akan menjadi Laboratorium Kehutanan.
“IPB University dan ATR/BPN sudah lama memiliki hubungan yang baik dan bersinergi dalam bidang pendidikan, penelitian, inovasi, dan pengembangan masyarakat. IPB University pun dengan senang hati menerima staf-staf dari Kementerian ATR/BPN untuk melanjutkan studi di IPB University. Dengan terjalinnya kerjasama dengan Kementerian ATR/BPN akan sangat baik karena isu pertanahan dan reforma agraria akan selalu menjadi isu yang hangat di IPB University,” ungkap Dr Arif.
Dalam kesempatan ini Ketua Panja Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dr E Herman Khaeron menyampaikan bagaimana prospek Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan.
“Konsep data yang terintegrasi tentunya bersamaan dengan administrasi yang juga terintegrasi. RUU Pertanahan ini memastikan bahwa administrasi pertanahan di Indonesia bisa diatur oleh Kementerian ATR/BPN tanpa perlu melangkahi tugas kementrian lain. DPR bersama Kementerian ATR/BPN sudah membahas RUU ini sejak 2015, walaupun sebenarnya sudah pernah dibahas di periode DPR sebelumnya, namun belum berhasil diselesaikan RUU Pertanahan ini. Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak, baik dari pemerintah, DPR, dan tentunya para akademisi hingga akhirnya peraturan ini bisa disahkan paling lambat di akhir September tahun ini,” ungkapnya.
Sementara itu Wakil Rektor bidang Kerjasama dan Sistem Informasi, Prof Dr Ir Dodik R. Nurrochmat menyampaikan tentang pentingnya pengintegrasian data pertanahan yang ada di Indonesia.
“Satu yang harus menjadi semangat kita dalam mengelola kebijakan agraria di Indonesia ialah soal pengintegrasian data pertanahan. Kita juga harus memastikan kebijakan pertanahan yang dimiliki oleh Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak saling tumpang tindih. Kita pun harus bisa saling bekerjasama untuk memastikan bahwa setiap jengkal tanah yang ada di NKRI harus terintegrasi,” ujarnya. (Dinof/Zul)