Pimpinan IPB Ikuti Pelatihan Manajemen Risiko

Pimpinan IPB Ikuti Pelatihan Manajemen Risiko

pimpinan-ipb-ikuti-pelatihan-manajemen-risiko-news
Berita

Belasan pimpinan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terdiri dari wakil rektor, dekan dan kepala kantor, kepala biro, dan direktur mengikuti Pelatihan dan Sertifikasi Manajemen Risiko di IPB International Convention Center (IICC), Bogor (31/10-2/11). 

Prof. Dr. Ir. Yusman Syaukat, Tim Manajemen Risiko IPB mengatakan bahwa IPB berinisiatif untuk menjadi perguruan tinggi pertama yang mempertimbangkan untuk mengaplikasikan manajamen risiko. Pada perusahan besar, kegiatan pengelolaan bisnis, banyak sekali risiko-risiko yang dihadapi, jika tidak diantisipasi akan membuat tidak efisien. 

“Risiko itu sesuatu yang kita hadapi sehari-hari. Ada pertimbangan, ada ketidakpastian. Semua orang, semua lembaga akan menghadapi ketidakpastian,” ujarnya.

Menurutnya, total ada sekira 50 hingga 60 orang pejabat IPB yang sudah dan akan mendapatkan pelatihan ini untuk memahami, mengidentifikasi, dan mengimplementasikan manajemen risiko di perguruan tinggi. Sehingga para pemangku kebijakan akan membuat perencanaan untuk mengimplementasikannya. 

“Ke depan akan ada unit tambahan yang menangani khusus manajemen risiko. Idealnya setiap level unit ada timnya, namun ada di level IPB saja sudah cukup baik. Yang pasti adalah bagaimana bisa mencakup sesuai kebutuhan. IPB akan menyesuaikan target yang akan dicapai. Target bagaimana IPB masuk 500 besar dunia,” ujarnya.

Sementara itu, Arif Budiman, ST, ERMAP, CRGP, QRGP, CCGO, CERG, trainer dan praktisi Manajemen Risiko dan Anggota Komisi Teknis 03-10 Manajemen Risiko Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyampaikan beberapa kendala pada saat implementasi manajemen risiko di korporasi. 

“Kendalanya adalah adanya ketidakpahaman masing-masing lini bahwa setiap lini itu terkait satu sama lain. Kuncinya pada saat akan implementasi yang seringkali tidak sadar ternyata ada fungsi ini yang jarang dilihat dalam keseharian. Hal tersebut biasanya yang menjadi kendala. Misalnya di bawah direksi kurang berpikir bagaimana menjadi seorang direksi, seharusnya koorporasi satu dengan yang lain fungsinya seperti apa dan sebagainya,” ujarnya. 

Dengan mengikuti pelatihan ini, kita akan memahami keterkaitan satu dengan yang lainnya. Perlu ada keterkaitan. Kita perlu mengkaitkan satu sasaran dengan sasaran yang lain untuk mendapatkan tujuan yang lebih besar. Di lingkup pendidikan biasanya kendala tersebut dapat terminimalisir, tambahnya.

“Berhasil atau tidak manajemen risiko bisa dilihat dari maturitas, tone of the top-nya, mandat dan komitmennya. Jika semua itu berjalan dengan baik, maka akan berjalan dengan baik pula manajemen risiko kita. Jika jalannya dari tengah bisa berlangsung lama. Ini nanti menjadi pola pikir, bagaimana mengelola waktu kita bekerja,” tandasnya.

Untuk implementasi manajemen risiko di IPB, langkah pertama adalah bagaimana sumberdaya manusianya. Berdasarkan pengalaman, butuh komitmen cukup kuat dari pihak terkait, para pemangku kepentingan yang memiliki kewenangan, juga orang-orang berkepentingan untuk turut serta menyampaikan pengalaman bagaimana melihat risiko, mengembangkan ke angka kerjanya, bagaimana proses mengacu pada standar internasional supaya implementasi standar tertelusur dengan baik. 

“Bersaing itu tidak hanya di nasional. ISO : 2018 saat ini sudah mengedepankan risk base thinking. Sertifikasi pada manajemen risiko mau memastikan pencapaian sasaran, baik jangka pendek dan jangka panjang,” imbuhnya. (dh/Zul)