Peneliti IPB Beri Pelatihan bagi Para Petani Ubi Kayu
Mulai dari sekarang, mari kita menghindari menyebut kata “singkong” dan beralih menjadi ubi kayu atau casava. Ajakan ini disampaikan oleh Ketua Tim Peneliti “Peningkatan Agroinovasi Berbasis Ubi Kayu untuk Mendukung Pertumbuhan Pembangunan Hijau di Indonesia”, yang mendapatkan hibah Penelitian Institusi Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Nurul Khumaida, Rabu (19/10). Dr Nurul menyampaikan hal itu pada saat diseminasi awal melalui “Pelatihan Teknologi Budidaya Casava, Pengolahan Menjadi Mocaf dan Produk Pangan” di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.
Saat ini tim peneliti ubi kayu IPB telah memiliki beberapa genotipe atau kandidat varietas, dengan keunggulan produktivitas tinggi dan juga kandungan pati yang lebih tinggi, yang dihasilkan melalui pemuliaan mutasi. Tahun ini telah dilakukan uji daya hasil pendahuluan dan diharapkan dapat dilanjutkan ke uji multi lokasi (UML) pada tahun depan.
Menurutnya, penyebutan kata singkong selama ini ternyata berkonotasi dengan inferior dan tidak berdaya. Pada akhirnya penghargaan masyarakat pada ubi kayu ini sangat rendah, yang membuat harga ubi kayu segar di tingkat petani juga murah. Oleh karena itu, perlu diupayakan untuk memberikan nilai tambah pada ubi kayu yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat, khususnya di lima sentra daerah penghasil ubi kayu terbesar Indonesia, yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Perlu diciptakan peluang untuk membangun model komunitas berbasis ubi kayu, agar masyarakat mempunyai pilihan dan mampu memberikan nilai tambah.
Pelatihan yang untuk pertama kalinya digelar ini diikuti sebanyak 50 orang petani ubi kayu yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Benteng Sejahtera Desa Benteng Kecamatan Ciampea; KWT Saluyu Desa Neglasari Kecamatan Dramaga; KWT Melati, Dahlia dan Mawar, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga; KWT Sekar Asri Desa Dramaga Kecamatan Dramaga; dan Kelompok Tani (Poktan) Gunung Jati, Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan.
Salah seorang petani dari Kecamatan Bogor Selatan, Mamad (53), mengaku senang dengan pelatihan yang diikutinya tersebut. Selama ini, terangnya, ia menjual ubi kayu segar dengan harga sekira Rp 70 ribu per satu kwintal. “Kalau lagi bagus bisa di atas Rp 100 ribu per satu kwintal. Mudah-mudahan dengan pelatihan ini bisa memberi motivasi kepada kelompok saya untuk tidak lagi menjual ubi kayu segar, tetapi mengolahnya terlebih dahulu,” ujarnya.
Dr Nurul dan tim memberikan semangat kepada para petani yang hadir, bahwa jika niat untuk menghasilkan olahan dari ubi kayu sudah ada, ditambah adanya kerjasama antar kelompok, maka sangat mudah untuk mewujudkan niat itu. “Nilai tambah itu akan kita dapatkan,” tandas Dr Nurul yang dijuluki Cassava Mommy oleh para mahasiswa bimbingannya.
Pelatihan ini berlangsung selama tiga hari, yakni Rabu – Jumat (19-21/10), meliputi Teknik Budidaya Ubi Kayu, Pembuatan Mocaf (modified cassava flour), dan Pengolahan Aneka Pangan Berbasis Mocaf.***
