Prof Herry: Kiprah dan Capaian IPB dalam Pengembangan Pendidikan Tinggi

Prof Herry: Kiprah dan Capaian IPB dalam Pengembangan Pendidikan Tinggi

FGD-DGB-1
Berita
Menjelang 75 tahun berkembangnya lembaga pendidikan ilmu pertanian, Dewan Guru Besar (DGB) Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Menggali Berbagai Pemikiran Cemerlang IPB”, di Kampus IPB Gunung Gede Bogor, Selasa (14/4). Acara yang menghadirkan puluhan Guru Besar IPB ini digelar dalam rangka penyusunan naskah akademik “Menggali Keunggulan dan Budaya Akademik IPB: Refleksi Menyambut 70 Tahun Indonesia Merdeka”. 
 
Salah satu narasumber yang dihadirkan adalah Rektor IPB, Prof.Dr Herry Suhardiyanto, dengan judul makalah “Kiprah dan Capaian IPB dalam Pengembangan Pendidikan Tinggi”. Dikatakan, sejak awal berdirinya IPB diberi mandat untuk memajukan ilmu-ilmu pertanian. Selanjutnya, semua hal yang dikembangkan di IPB ditujukan untuk kemajuan pertanian Indonesia. 
 
Kini setelah 50 tahun lebih IPB berdiri, berbagai prestasi berhasil diraih. Prestasi tersebut diantaranya IPB sudah menjadi patron pendidikan tinggi pertanian di Indonesia; IPB menjadi perintis dan idea maker hampir dalam banyak hal; unggul dalam penerapan Tri Dharma perguruan tinggi; publikasi ilmiah bidang pertanian terbesar di Indonesia (nasional maupun internasional); dan karya inovasi yang mendominasi dari tahun ke tahun (38,5 persen).
 
“IPB pernah berperan penting dalam program revolusi hijau, khususnya dalam menginisiasi konsep Bimbingan Massal (Bimas) hingga implementasinya yang melibatkan para mahasiswa untuk turun ke lapangan. Pada tahun 1971, konsep Koperasi Unit Desa (KUD) lahir berbarengan dengan konsep Usaha Peningkatan Gizi Keluarga (UPGK) sebagai implikasi dari penerapan konsep Bimas. Pada tahun 1973, IPB kembali mengukir sejarah dengan lahirnya indikator pengukuran kemiskinan dari Prof. Sajogyo yang masih digunakan hingga sekarang,” terang Prof Herry.
 
Dari begitu banyaknya prestasi yang berhasil diraih IPB, Prof.Dr. Syafrida Manuwoto, salah satu Guru Besar IPB yang mendapat mandat menjadi pembahas dalam diskusi ini, menyatakan, “apakah kita sudah membuat IPB ladang yang subur untuk riset?. Tahun 1910, Indonesia pernah menjadi pengekspor tebu terbesar di dunia. Ini terjadi karena pemanfaatan teknologi (di bawah kolonial Belanda). Artinya mari kita jadikan science sebagai budaya masyarakat Indonesia”.
 
Pembahas lainnya adalah Rektor Universitas Sebelas Maret, Prof.Dr Ravik Karsidi. Ia mengharapkan IPB bisa menjadi pusat jaringan pendidikan tinggi pertanian di Indonesia. Anggota jaringan ini nantinya akan berbagi peran untuk menjawab dan mewujudkan cita-cita mendidik generasi muda mencintai pertanian dan menggugah kesadaran bangsa akan pentingnya pertanian agar tidak terjadi kelangkaan pangan serta menjadi bangsa yang mandiri dan berdaulat pangan.
 
Menanggapi beberapa usulan tersebut, Prof. Herry mengatakan tantangan ke depan adalah mencari harmonisasi tentang realita ilmu pertanian yakni antara kurikulum yang dibangun dengan kemajuan teknologi saat ini. Sementara itu menjawab pertanyaan dari awak media terkait kiprah lulusan IPB yang bergerak di luar bidang pertanian, Prof.Dr Roedhy Poerwanto selaku Ketua DGB dan Prof.Dr Khairil Anwar Notodiputro selaku Ketua Adhoc FGD ini mengatakan mahasiswa IPB dididik di bidang pertanian tapi diberi kemampuan adaptasi yang tinggi sehingga mereka bisa unggul di berbagai bidang, mudah berdaptasi, bagus dalam membangun jaringan, dan kemampuan analisis yang tinggi. 
 
“IPB tidak pernah mendesain lulusannya untuk bekerja di luar bidang pertanian. Ketika kesempatan kerja di bidang pertanian yang disediakan oleh pemerintah sempit maka mau tidak mau lulusan IPB berkarya di bidang lain,” ujar Prof. Khairil.
 
Menjawab tantangan ke depan serta saran yang dihasilkan dari forum diskusi ini, IPB sedang mendisain Arsitektur Keilmuan Pertanian hingga tahun 2045. Harapannya disain ini akan bisa dirilis akhir tahun 2015 guna memberikan arahan yang jelas terhadap pembangunan pendidikan pertanian di Indonesia. (zul)