Pemerintah Perlu Lakukan Moratorium LIberalisasi Perdagangan

Pemerintah Perlu Lakukan Moratorium LIberalisasi Perdagangan

Berita

Presiden Arrbey,  Handito Hadi Joewono mengatakan kebijakan perekonomian Indonesia sekarang ini besifat gado-gado. Para pengambil keputusan perekonomian menganut aliran liberal klasik. "Tidak mau kalah dengan genderang perdagangan bebas dunia yang ditabuh negara-negara lain. Bersamaan itu mereka terus menggunakan instrument subsidi dan pengaturan pasar yang ‘menodai' ajaran Adam Smith.," kata Handito usai sidang terbuka disertasinya bertajuk '  Analisis Daya Saing, Keterkaitan dan Sumber-Sumber Pertumbuhan Agroindustri Indonesia, Thailand dan China' Selasa (22/4) di Auditorium Andi Hakim Nasoetion Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Darmaga.

 

 Handito menyampaikan hasil penelitiannya terkait daya saing agroindustri Indonesia.  Daya saing internasional sektor agroindustri Indonesia menurun  dan ketinggalan dibandingkan China dan Thailand.   Di pasar dalam negeri, agroindustri Indonesia merosot pada semua produk dibandingkan China dan Thailand. Thailand berhasil mengejar ketertinggalan pasca krisis 1998 dengan melakukan perubahan teknologi (technological change) . Sedangkan China  maju karena  ditunjang  faktor promosi ekspor (export expansion). China telah berhasil  memperkuat daya saing domestik sehingga bisa menstabilkan ekspor dan impornya. Berbeda dengan pasar domestik Indonesia yang menjadi bulan-bulanan produk impor. Menghadapi masalah ini, Handito menawarkan solusi terdekat.  Pemerintah bisa mengajukan moratorium liberalisasasi perdagangan seperti halnya moratorium  penebangan hutan yang telah dilakukan sebelumnya. "Langkah ekstrim yang bisa dilakukan adalah menyatakan perekonomian Indonesia  sebagai perekonomian tertutup. Meski, pemerintah malu  dan pebisnis juga protes," ujar Mahasiswa S3 Program Studi  Ilmu Ekonomi Pertanian IPB ini.  Sangat dianjurkan agar pemerintah melakukan Moratorium Liberalisasi Perdagangan, setidaknya untuk periode 2008-2009.

 

Selama masa moratorium liberalisasi perdagangan, berbagai kesepakatan perdagangan bebas yang sudah terlanjur ditandatangani bisa dijalankan dengan berbagai pertimbangan strategis.  Hanya, kata Handito, tidak perlu kita menjadi pahlawan kesiangan terus mendorong liberalisasi lebih lanjut. Bahkan kalau bisa memperlambat perdagangan bebas yang masih dimungkinkan.

 

Indonesia bisa mengajukan penundaan liberalisasi perdagangan dengan  alasan tepat. Di sisi lain, Indonesia perlu memperkuat daya saing perekonomian domestik. Menurut Handito, ada lima strategi perkuatan daya saing perekonomian Indonesia yaitu: revitalisasi agroindustri, peningkatan nilai tambah, perkuatan daya saing di pasar domestik, peningkatan penetrasi pasar ekspor, dan pengembangan teknologi agroindustri.

 

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Prof.Mudrajad Kuncoro mengatakan  pemerintah perlu menetapkan kebijakan proritas untuk menghadapi krisis energi dan pangan. " Pemerintah sudah seharusnya melakukan reinvestasi pertanian disamping revitalisasi pertanian. Dan menjadikan kedua kebijakan ini benar-benar serta sungguh-sungguh dilaksanakan bukan sekedar lip service," jelas Prof.Kuncoro. Menghadapi ancaman krisis global, sudah seharusnya pemerintah mengamankan stok beras dan bahan pangan lainnya. Selain itu, saatnya seluruh ahli pangan dan teknologi pertanian yang dimiliki diaplikasikan untuk mengamankan stok pangan. Menurutnya, resesi global menyebabkan kenaikan harga (inflasi) yang terus menerus (lifting) dan mengancam stabilitas ekonomi serta politik nasional.

 

Sementara itu, Guru Besar Agroindustri IPB, Prof. E.Gumbira Sa'id menambahkan ada dua langkah tambahan untuk menghadapi krisis tersebut   yakni dengan memperbaiki  daya saing domestik dan peningkatan promosi keunggulan bangsa di bidang agroindustri.

Penelitian Handito dibawah komisi pembimbing yang terdiri dari: Dr.Arief Daryanto, Dr.Harianto dan Prof.Kuntjoro. (ris)