Sambut Hari Pangan dengan Sagu

Sambut Hari Pangan dengan Sagu

Berita

Suatu kecelakaan besar dimana kita bangsa yang besar dengan potensi sumberdaya alam besar, termasuk potensi kekayaan sagu, saat ini baru bicara sagu.  Mestinya saat ini kita sudah menikmati hasil pengembangan sagu, nada satire ini diungkapkan pakar industri pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Tajuddin Bantacut saat menjadi pembicara pada Seminar dan Lokakarya tentang Sagu yang digelar oleh IPB, (14/10) di IPB International Convention Center (IICC).

Di Tanah Air, sagu banyak tumbuh di berbagai wilayah seperti Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Riau Kepulauan.  Di Papua saja, jenis-jenis sagu sangat banyak.  Koleksi sagu di kebun BPTP Papua sebanyak 60 jenis.  Diperkirakan, areal pertanaman sagu di Indonesia mencapai sekitar satu juta hektar.  Angka ini merupakan 51,3% dari luas areal sagu dunia.  Sayangnya dari segi pemanfaatan, Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain yang luasan arealnya jauh lebih kecil.

Meski sudah diketahui  potensinya yang demikian besar, namun bahan pangan yang satu ini belum banyak tersentuh dalam konteks pemenuhan kebutuhan pangan pokok rakyat di Indonesia.  Selama ini sagu belum dibudidayakan secara efektif, bahkan bisa dikatakan sekedar tumbuh seperti hutan tanaman. 

Menteri Pertanian, Suswono saat menjadi keynote speaker pada acara bertajuk “Percepatan Pengembangan Sagu sebagai Bahan Pangan dan Bioenergi Berwawasan Lingkungan” ini mengatakan, ketahanan pangan merupakan prioritas pembangunan nasional saat ini.  “Kita punya target sukses terkait swasembada beras, daging, kedelai, dan gula.  Sagu merupakan salah satu target sukses dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, “ tandas Mentan.

Lebih lanjut dikatakannya, persoalan ketahanan pangan kita tak semata-mata produksi dan akses masyarakat terhadap pangan, melainkan juga pola konsumsi pangan.  Diversifikasi pangan kita masih terbilang lemah.  “Sagu dapat menjadi salah satu pilihan dalam penganekaragaman pangan.  Jika dibandingkan dengan pangan sumber karbohidrat non beras lainnya seperti singkong, ubi jalar, kentang dan jagung, secara rata-rata nasional konsumsi sagu paling rendah.  Angka konsumsi sagu masyarakat Indonesia hanya sekitar 0,41 kg/kapita/tahun.  Apalagi jika disandingkan dengan konsumsi terigu yang merupakan pangan impor, konsumsi sagu makin tertinggal jauh dimana konsumsi terigu pada tahun 2009 mencapai 12,88 kg/kapita/tahun di wilayah perkotaan dan 9,05 kg/kapita/tahun di wilayah pedesaan,  “ tandasnya. 

Mentan juga mengatakan bahwa sagu tak hanya bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan tetapi  juga sebagai bahan baku industri seperti industri kertas, lem, kosmetika, dan sebagainya.  Begitu besarnya potensi sagu, lalu dimana letak persoalannya sehingga di negeri ini sagu belum juga dilirik pengembangannya baik untuk kebutuhan pangan maupun untuk kebutuhan industri?  Padahal menurut pakar sagu IPB, Prof. Bintoro, di Malaysia sagu telah dimanfaatkan demikian luas seperti untuk pembuatan gula cair, monosodium glutamate, mie, karamel, sagu mutiara, cracker, industri perekat, dan industri lainnya.

Menurut Mentan, setidaknya ada empat permasalahan yang ditemui dalam pengembangan sagu di Indonesia.  Pertama, di Indonesia sagu belum ditangani secara intensif (belum dibudidayakan melainkan sekedar sebagai hutan tanaman).  Kedua, sagu masih dipandang sebagai bahan pangan inferior (makan sagu berarti kelas rendah).  Ketiga, usaha budidaya masih dilakukan secara tradisional.  Keempat, pengembangan sagu selama ini belum optimal dalam meningkatkan ekonomi masyarakat karena belum terlihat nilai tambahnya.

Terkait pemanfaatan sagu yang belum optimal, Prof. Bintoro menyodorkan komparasi hitung-hitungan potensi tanaman sagu.  Dalam satu hektar lahan, optimal ditumbuhi 156 batang sagu.  Dari satu pohon dapat diperoleh 200-300 kilogram pati.  Dengan asumsi yang dapat dipanen 100 pohon/hektar, maka produksi per hektar berkisar 20-30 ton.  Jika harga pati sagu Rp 3000/kg, maka besarnya pendapatan petani dari 1 hektar lahan sebesar Rp 60-90 juta.  Sayang potensi ini mengerdil lantaran selama ini petani sagu lebih banyak menjual dalam bentuk batang sagu (tual) yang hanya berada di angka sekitar Rp 12 juta.

Untuk itu Mentan melontarkan strategi yang perlu dilakukan dalam pengembangan sagu antara lain: sosialiasasi dan promosi aneka olahan sagu yang bernilai ekonomis dan sosial tinggi; pengembangan teknologi dan inovasi dalam pengolahan sagu; pengembangan kemitraan dengan dunia usaha; dan menciptakan pangsa komoditas sagu baik domestik maupun internasional.  “Industri pangan di Indonesia sebenarnya siap melakukan substitusi terigu dengan sagu hingga 20%.  Hanya persoalannya, kontinuitas bahan baku tepung sagu dan harga.  Tentu ini menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangan sagu, “ ungkap Mentan.

Wakil Rektor Bidang Sumberdaya dan Pengembangan IPB, Prof. Dr. Hermanto Siregar dalam sambutannya menandaskan, perguruan tinggi dapat berperan dalam merencanakan dan mendisain penelitian-penelitian yang bersifat advance namun dapat diaplikasikan di lapangan.  “Penyusunan roadmap pengembangan sagu dari hilir hingga hulu yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,” tegasnya.

Lokakarya ini diikuti peserta dari berbagai instansi baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, pusat-pusat penelitian, serta para pelaku agribisnis.  Beragam pembahasan diangkat mulai dari pengusahaan sagu berwawasan lingkungan, potensi pengembangan sagu, perspektif bisnis sagu, hingga CSR sagu. Narasumber lain yang dihadirkan antara lain: Direktur Bina Pengembangan Hutan Tanaman, Bejo Santoso; Direktur Utama PT. Sagu Prima, Hadi Fauzan; dan Yahya Alkatiri (PT Freeport).

Acara ini juga turut dihadiri  Wakil Kota Bogor, Drh. Achmad Ru’yat.  Menurut Ketua Panitia, Dr. Iskandar Lubis,  dari semiloka ini dihasilkan roadmap rencana penelitian pengembangan teknologi sagu dan pengembangan pasca panen sagu, serta rekomendasi kebijakan, kelembagaan, serta penguatan infrastruktur pendukung percepatan pengembangan sagu.  Ditambahkannya, pada Oktober 2011 mendatang direncanakan akan digelar Seminar Internasional tentang sagu di IPB. (nUr)