Seminar Nasional Merespon Konvensi Perubahan Iklim Bali dan Bencana Banjir-Longsor di Indonesia

Seminar Nasional Merespon Konvensi Perubahan Iklim Bali dan Bencana Banjir-Longsor di Indonesia

Berita

Perubahan iklim (climate change) tergantung konsentrasi gas rumah kaca. Makin besar konsentrasinya, maka makin berpengaruh pada iklim. Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim mengatakan kenaikan suhu 2 derajat Celsius pada tahun 2020 akan menenggelamkan Negara kepulauan. " Presiden Negara kepulauan Maldise menceritakan pada saya, pemerintahnya saat ini sedang mengupayakan peminjaman lahan di India untuk merelokasi warganya," kata Prof. Emil Salim dalam Seminar Nasional Merespon Konvensi Perubahan Iklim Bali dan Bencana Banjir-Longsor di Indonesia, 23 dan 24 Januari di Institut Pertanian Bogor International Convention Center (IICC) Bogor.

Konferensi Perubahan Iklim di Bali menghasilkan agenda kerja diantaranya : aksi untuk melakukan kegiatan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim (mis. kekeringan dan banjir), cara-cara untuk mereduksi emisi gas rumah kaca, cara-cara untuk mengembangkan dan memanfaatkan climate friendly technology serta pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi.

Kata kunci penurunan emisi gas rumah kaca adalah menurunkan penggunaan fossil fuel. Kebijakan yang ditetapkan pemerintah Indonesia untuk membantu penurunan emisi gas rumah kaca ini dengan melakukan perubahan penataan lahan (land use), tata kota, city planning, arsitektur dan transportasi yang ramah lingkungan. Penetapan kebijakan biofuel di Indonesia dinilai Emil kurang tepat, "Bagi Eropa dan Amerika yang subtropik, sumber energi alternative non renewable pengganti fossil fuel sulit ditemukan. Mereka menetapkan kebijakan biofuel untuk mengatasi krisis migas."

Di Indonesia kebijakan harusnya lebih difokuskan pada food for food not food for fuel. Sebab, menurutnya Indonesia masih banyak memiliki sumber energi non renewable seperti sinar matahari (solar), angin, air terjun, petir, nuklir, panas bumi dan sebagainya. Disamping itu, Indonesia lebih membutuhkan food untuk pangan pokok rakyatnya yang masih kelaparan. "Sudah menjadi tugas IPB mengembangkan teknologi food for food yang bisa membantu memenuhi kebutuhan pangan Indonesia."

Rektor IPB, Dr. Herry Suhardiyanto, MSc dalam sambutannya mengatakan IPB telah melakukan berbagai kegiatan yang mendukung upaya penekanan emisi gas rumah kaca. " Kegiatan tersebut diantaranya penanaman sejuta pohon, reboisasi, penghijauan, konsep teknologi ramah lingkungan dan sebagainya." Rektor IPB berharap dari pertemuan ini dihasilkan gagasan-gagasan baru dan konsep yang merespon perubahan iklim serta penanganan bencana alam.


Pembicara dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekologi Manusi IPB bekerjasama dengan Keanekaragaman Hayati Indonesia dan Civil Society Forum ini ini antara lain: Menteri Negara Lingkungan Hidup, Ir. Rahmat Witoelar, Prof. Dr. Daniel Murdiyarso (CIFOR/FMIPA IPB), Prof. Dr. Hidayat Pawitan (FAMIPA IPB), Anida Harjatmo (KEHATI) , Medrilzam, MSc (BAPPENAS) Dr. Nur Masripatin (Badan Litbang Departemen Kehutanan) , Prof. Dr. Irsal Las (Kepala Balai Besar Penelitian & Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Deptan), Prof. Dr. Indroyono Susilo (Kepala Badan Riset Kelautan & Perikanan, DKP), Dr. Armi Susandi (MT Nasional Project Manager for SNC), Dr. Sunaryo (Dirjen RLPS, Dephut), Prof. Dr. Naik Sinukaban (Faperta IPB), Ir. Iwan Nusyirwan Diar, Dipl. HE (Dirjen PSDA, Departemen PU), Muhtarom (Paguyuban Masyarakat Adat Pulau Jawa), Dr. Ernan Rustiadi (Tim Kajian Tata Lingkungan Pulau Jawa, KLH), Dr. Hariadi Kartodiharjo (Tim Kajian Daya Dukung Lingkungan Pulau Jawa, Kementerian EKUIN), Ir. Iwan Nusyirwan Diar, Dipl. HE (Dirjen PSDA, Departemen PU), Muhtarom (Paguyuban Masyarakat Adat Pulau Jawa), Dr. Ernan Rustiadi (Tim Kajian Tata Lingkungan Pulau Jawa, KLH), dan Dr. Hariadi Kartodiharjo (Tim Kajian Daya Dukung Lingkungan Pulau Jawa, Kementerian EKUIN), dan Ir. Iwan Nusyirwan Diar, Dipl. HE (Dirjen PSDA, Departemen PU). Ada pun moderator dalam setiap seksi seminar tersebut antara lain: Dr. Soeryo Adiwibowo, Dr. Arif Satria, Dr. Hariadi Kartodihardjo, Dr. Prastowo dan Dr. Hendrayanto. (ris)