Hidupkan Pangan Lokal, Tingkatkan Kualitas Pasca Panen Talk Show Daya Saing Industri Makanan Indonesia
Rendahnya mutu produk pertanian Indonesia berdampak pada rendahnya daya saing produk tersebut di pasaran Internasional. Ini akan menjadi persoalan ketika Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) mulai bergulir. Persoalan inilah yang kemudian diangkat pada Talkshow "Daya Saing Industri Makanan Indonesia" pada Agribusiness Destination for Local & Global Market (13/3) Jakarta Convention Center (JCC).
Talkshow ini menghadirkan pengamat pertanian Bustanul Arifin, dan pelaku usaha yang menjabat sebagai Ketua Komisi Ketahanan Pangan Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Franciscus Wellirang, dengan moderator Ir. Tjandra Wibowo. Bustanul Arifin dalam pemaparannya mengatakan, dalam rangka menyongsong Asean China Free Trade Agreement produk pertanian Indonesia sudah seharusnya bisa menembus pasar internasional dengan kekhasan yang dimiliki seperti buah-buah eksotik. Ada mangga, manggis, salak, pepaya, pisang dan sebagainya. "Seharusnya momentum ACFTA menjadi madu bagi buah eksotik Indonesia, dan kita bisa membawa keluar buah-buah tersebut. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terutama pada penanganan pasca panen," ujar Bustanul.
Menurutnya, dalam rangka meningkatkan nilai tambah, harus diperhatikan mulai dari budidayanya hingga penanganan pasca panen. "Penanganan pasca panen yang terdiri dari jasa pasca panen, teknologi berupa storage, packaging, transportasi dan display menjadi hal penting untuk diperhatikan. Kata kunci lainnya adalah integrasi mulai dari hulu hingga hilir," ujarnya.
Namun, menurutnya, kata integrasi tersebut masih belum bisa direalisasikan dengan baik di negeri ini. Salah satu contoh untuk transportasi saja petani harus membayar mahal karena berbagai pungutan liar (pungli) dan rendahnya kualitas infrastruktur jalan.
Industri lokal Harus Mendukung Pangan Lokal
Sementara itu, menanggapi upaya diversifikasi pangan, Bustanul menyarankan untuk menghidupkan pangan-pangan lokal. Caranya yaitu dengan menggenjot aktivitas penelitian dan pengembangan terutama terhadap pangan berbasis karbohidrat. Tak kalah pentingnya adalah peran industri yang tidak hanya memproduksi dan menjual bahan baku tetapi bisa mengolah bahan baku menjadi bahan siap konsumsi dengan inovasi dan kreasi sehingga dapat meningkatkan nilai tambah. "Carilah industri-industri yang bisa mendorong tumbuhnya pangan lokal. Industrinya tidak harus besar dan modern tapi mereka bisa tumbuh di daerah-daerah," ujarnya.
Hal senada juga dilontarkan oleh Franciscus Wellirang. Ia menekankan pentingnya menghayati dan menghargai pangan lokal. Karena dengan seperti itu masyarakat akan memperlakukan sendiri pangan tersebut. "Tidak perlu dipaksa satu daerah harus memakan pangan yang tidak berasal dari daerahnya. Biarkanlah masyarakat berkreasi dengan pangan yang mereka miliki," ujarnya. (man).