Kajian Lingkungan Hidup Strategis di IPB
Konsep Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang seharusnya memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas perencanaan tata ruang,namun kenyataannya KLHS hanya menjadi dokumen sekedar formalitas belaka . Demikian ungkapan Bobi Setiawan narasumber dari Universitas Gajah Mada dalam acara Round Table Meeting dengan topik "Kajian Lingkungan Hidup Strategis dan Daya Dukung Lingkungan Hidup" yang diselenggarakan oleh Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W)-LPPM IPB di Kampus IPB Baranangsiang Bogor, (8/4).
Dijelaskannya bahwa kenyataan tersebut terjadi dikarenakan ada anggapan bahwa lingkungan hidup bukan prioritas bagi perencana atau adanya anggapan bahwa isu lingkungan tidak memerlukan suatu KLHS. Tidak hanya itu menurutnya beberapa ahli pun kemungkinan memiliki kesulitan untuk menyederhanakan persoalan lingkungan hidup yang kompleks.
Selanjutnya disebutkan bahwa kesalahan dari penataan ruang selama ini dikarenakan belum dipahaminya esensi penataan ruang oleh publik dan para pengambil kebijakan dan kesimpangsiuran pun terjadi pada perundang-undangan tentang penataaan ruang. Belum lagi dukungan data dan informasi yang tidak memadai.
Ditambahkan oleh Rudy P Tambunan dari Universitas Indonesia bahwa KLHS sangat diperlukan untuk lebih terjaminnya keberlanjutan rencana dan implementasi pembangunan dan dapat mengurangi kemungkinan kekeliruan dalam membuat prediksi pada program pembangunan. Selain itu dampak negatif lingkungan di tingkat proyek pembangunan semakin efektif diatasi atau dicegah karena pertimbangan lingkungan telah dikaji sejak tahap formulasi kebijakan dan rencana pembangunan.
Terkait dengan daya dukung lingkungan, Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W), Dr. Ernan Rustiadi menyampaikan tentang konsep daya dukung lingkungan dengan pedoman yang ada saat ini yaitu konsep ecological foot print.
Ecological foot print atau jejak ekologi adalah perhitungan kualitas wilayah yang dikonversikan sebagai luasan area bioproduktif standar atau disebut juga Global Hektar dan setiap Global Hektar mewakili sejumlah area dimana produktivitas biologis yang dikandungnya menyediakan kemampuan untuk kehidupan manusia. Area ini mencakup lahan pertanian, padang rumput,perairan, hutan dan lahan terbangun. Sebagai ilustrasi Dr. Ernan mencontohkan kota London di Inggris, memiliki tapak ekologi seluas 120 kali luas kotanya.