Peneliti dan Pembuat Kebijakan Negara Asia Berkumpul di IPB bahas Pengembangan Rendah Karbon Berkelanjutan
Para pembuat kebijakan dan peneliti dari negara-negara asia berkumpul di IPB dalam rangka mendiskusikan pengembangan rendah carbon berkelanjutan di negara Indonesia dan Asia, dalam suatu acara bertajuk "Low-Carbon Development (LCD) in Indonesia and Asia: Dialogues between Policymakers and Scientists on Green Growth (GG), (16-17/2), di IPB International Convention Center, Bogor.
Kegiatan yang digelar atas kerjasama antara Institut Pertanian Bogor (IPB), Kementrian Lingkungan HIdup (KLH) dan Institute for Global Environmental Strategies (IGES), menghadirkan para peneliti dan pembuat kebijakan dari Indonesia dan negara Asia diantaranya adalah Kementerian Keuangan Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia, BAPPENAS, Komisi Perubahan Iklim Nasional, Japan International Cooperation Agency (JICA), National Institute for Environmental Studies (NIES) Japan, Intitut Teknologi Indonesia, Kyoto University Japan, Energy Research Institute China, Indian Institute of Management Ahmedabad (IIMA) India, The Joint Graduate School of Energy and Environment Thailand dan sebaginya .
Kegiatan ini digelar dalam rangka menyatukan pandangan antara para pembuat kebijakan dengan para peneliti di Indonesia dan negara Asia untuk secara bersama-sama memikirkan pengembangan rendah karbon yang berkelanjutan.
"Berdasarkan persetujuan Kopen Hagen di Belanda telah ditetapkan bahwa setiap negara untuk menjadi masyarakat rendah carbon. Negara Indonesia sebelumnya telah mengumumkan target pengurangan green house case November lalu. Sementara Pemerintah Jepang mengumumkan pengurangan dengan target 25% dan juga berjanji menyediakan sejumlah 15 juta dollar pada akhir 2012 untuk mendukung negera-negara berkemabang," ujar Senior Research Advisor, IGES, Dr. Shuzo Nishioka.
Menurutnya, untuk menuju pengembangan rendah carbon berkelanjutan, sama halnya dengan menetapkan arah tujuan secara keseluruhan sebuah Negara. Pengambangan tersebut membutuhkan kebijakan antar sektor diantaranya adalah, teknologi dan riset, serta pengetahuan antar disiplin diantara negara – negar dalam menerapkannya.
"Karena itu ketika pemerintah jepang mengambil alih kepemimpinan G8 pada tahun 2008 lalu, pemerintah Jepang mempromosikan dan mengusulkan untuk membentuk network penelitian internasional untuk masyarakat rendah carbon berkelanjutan dan berbagi kebijakan untuk merealisasikan masyarakat dunia yang rendah karbon," ujarnya.
Untuk memastikan hal tersebut, menurutnya, dialog antara pemegang kebijakan dengan para peneliti sangat penting dan mutlak. Ia berharap di dalam dialog ini diantara pembuat kebijakan dan masyrakat akademik harus bekerja bersama untuk berbagai pengetahuan dan kebijkan untuk perkembangan rendah karbon yang berkelanjutan.
Kegiatan yang dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof.Dr.Ir. Yonny Kusmaryono, M.Sc., juga di hadiri oleh Kepala Pusat Pengelolaan, Peluang dan Resiko Iklim Kawasan Asia Tenggara dan Pasifik (CCROM-SEAP ), Dr. Rizaldi Boer. (man)