Patrick Mulvany : “Agroecology is the Answer for Rural Economics in Developing Countries”

Patrick Mulvany : “Agroecology is the Answer for Rural Economics in Developing Countries”

Berita

Berlatar belakang pada tahun 2008 harga pangan melonjak di banyak negara membuat masyarakat miskin tidak mampu membeli makanan dan semakin miskin. Lebih buruk lagi penduduk desa yang bekerja menghasilkan makanan dilanda kelaparan, karena kontrol yang besar dari kegiatan agribisnis. Pada aspek lingkungan, kerusakan terjadi di berbagai belahan dunia akibat banjir, kemarau panjang dan juga tanah longsor yang berdampak pada bidang pertanian. Bahkan berujung ke krisis perubahan iklim dunia yang berpotensi memperburuk produksi pangan yang mungkin menyebabkan kelaparan tersebar semakin luas. Krisis multi dimensi menunjukkan bahwa praktek pertanian konvensional tidak lagi sesuai dengan realitas sekarang. Model konvensional hanya menguntungkan perusahaan agribisnis besar dengan biaya eksternal yang dibayarkan oleh petani kecil, penduduk pedesaan, orang-orang biasa seperti urbanisasi, pekerja migran, malnutritions, kejahatan, dan masalah social dan ekonomi.

Maka dari itu, kini dibutuhkan sebuah terobosan baru dalam membangun pradigma sistem pertnian. Untuk menuju ke arah sana, Institut Kedaulatan Pangan, Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB menggelar "Stadium General Agroecology sebagai Jawaban Ekonomi Negara – Negara Berkembang" (12/3) di Kampus IPB Dramaga Bogor.

Stadium General ini menghadirkan, Senior Policy Advisor, Agroecology Practical Action. United Kingdom, Patrick Mulvany.

Di dalam pemaparannya, Patrick Mulvany menyebut terobosan baru itu adalah Agroekologi. Agroekologi adalah (a) Penerapan ekologi dengan desain dan pengelolaan ekosistem pertanian berkelanjutan, (b) Pendekatan seluruh-sistem pertanian dan makanan dengan pengembangan sistem pertanian berbasis pengetahuan tradisional, pertanian alternatif, dan pengalaman sistem pangan lokal. (c) Menghubungkan ekologi, budaya, ekonomi, dan masyarakat untuk mempertahankan produksi pertanian, lingkungan masyarakat yang sehat, dan makanan layak dari kegiatan bertani.

"Agroekologi sebenarnya adalah model yang dominan sebelumnya, yang dilakukan oleh petani kecil dan masyarakat adat. Model ini terpinggirkan setelah revolusi hijau dan model industri pertanian yang digunakan oleh banyak pemerintah di dunia. Namun model tersebut belum hilang," ujarnya.

Patrick Mulvany menunjukkan beberapa "disconnect" status pertanian yakni (i)Memutus hubungan antara pertanian dan lingkungan hidup, (ii) Memutus hubungan antara konsumen dan petani atau lahan, (iii) Memutus hubungan antara kebijakan dan harapan

Menurut Patrick Mulvany prinsip – prinsip untuk mencapai kedaulatan pangan melalui Agroekologi yakni :

1. Makanan diperuntukan bagi manusia sebagai hak pangan bukan untuk komoditas ekspor
2. Menghormati nilai dan hak petani sebagai penyedia makanan bukan mengusir petani dari lahan
3. Membuat sistem pangan lokal, bukan mempromosikan perdagangan global yang tidak adil
4. Membangun lokal control, bukan pengekangan Trans National Coorperate
5. Membangun Pengetahuan dan Keterampilan masyarakat lokal, bukan tergantung pada teknologi asing.
6. Bekerja sesuai kaidah lingkungan, bukan menggunakan metode yang membahayakan manfaat fungsi ekosistem, seperti pertanian monokultur yang intensif dan perusahaan peternakan.


Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Dr. Aceng Hidayat yang saat itu menjadi moderator mengatakan bahwa lebih dari tiga dekade kebijakan pertanian dibuat tanpa berkonsultasi dengan petani. Petani diminta untuk mengubah benih mereka dengan varietas baru, mengubah pupuk kompos dengan fertlizers petro-kimia, dan juga teknik pertanian yang dipaksakan untuk mengikuti pertanian model monokultur.

Stadium general ini turut dihadiri oleh, petani kecil Agroekologi dari Bogor, aktivis, mahasiswa dan Dosen. (ESL/man)