30 Delegasi dari 9 Negara ASEAN Belajar Optimalisasi Bio-Ethanol dari Singkong di IPB
Sebanyak 30 peserta yang berasal dari
sembilan negara ASEAN mengikuti pelatihan yang bertajuk “ Training
Course on Good Practices in Postharvest Handling for Promoting Industrial Use
of Cassava for Food, Feed, and Energy”. Pembukaan pelatihan hasil kerjasama
antara Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) IPB
dengan Asean Secretariat ini di gelar di ruang Sidang Rektor, Gedung Andi Hakim
Nasoetion di Kampus IPB Darmaga (2-15/11).
Kegiatan ini juga bekerjasama dengan Kementrian Negara Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah (UKM). “Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan peserta dalam pengolahan pasca panen singkong
untuk mengurangi kehilangan pasca panen dan meningkatkan penggunaan industri
pangan, pakan, dan energi. Selain itu, juga untuk menyebarkan teknologi
pengolahan limbah singkong menjadi biomassa, untuk mengurangi pemakaian
energi,” ujar Wakil Rektor Bidang Riset dan Kerjasama, Dr. Ir. Anas Miftah
Fauzi, M.Eng dalam sambutannya.
Dalam kesempatan yang sama, hadir juga Dekan Fateta, Dr. Ir. Sam Herodian, perwakilan
dari Kementrian Negara Koperasi dan UKM, dan staf pengajar Dept. Teknik
Pertanian. Kesembilan negara tersebut adalah Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia,
Myanmar, Philipina, Thailand, Vietnam, ternasuk Indonesia.
Dunia semakin kekurangan bahan bakar
dari fosil. Hal inilah yang
menjadi pertimbangan untuk mencari bahan mentah yang menghasilkan bio-ethanol menggantikan
bensin (gasoline).
”Salah satu pangan yang dapat diubah menjadi bio-ethanol adalah singkong.
Bio-ethanol singkong dapat menggantikan gasolin atau bensin,” ujar Ketua
Panitia, Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan.
Staf pengajar Dept. Teknik Pertanian ini mengatakan bahwa Singkong/Cassava (Manihot
esculenta) merupakan tanaman pangan dan menjadi makanan penting di daerah
tropis dan subtropis. Singkong adalah makanan manusia yang mengandung sumber
karbohidrat terbesar ketiga di dunia.
Dalam Negara ASEAN, Indonesia dan Thailand adalah produsen utama singkong.
Dan secara luas dipakai sebagai makanan pokok di beberapa bagian Asia, yang
juga dipakai sebagai pakan ternak.
Persaingan penggunaan singkong sebagai pangan, pakan dan energi menjadikan nilai
ekonomi singkong meningkat. Namun yang paling penting, pada saat proses
pengolahan singkong untuk pangan, pakan dan energi, banyak yang terbuang
percuma.
”Praktisi harus mengetahui situasi ini dengan memperbaiki kemampuan mereka yakni
belajar penanganan dan processing singkong
yang baik dan benar untuk menambah keuntungan mereka,” tambahnya.
Selain itu, kegiatan ini memberikan kesempatan untuk bertukar pengalaman
dan keahlian seperti menambah kemampuan peserta dalam menganalisis aspek techno-ekonomi
dalam penggunaan industri singkong untuk pangan, pakan dan energi agar dapat
diterapkan di negaranya masing-masing.(zul)